8 Hal Penting yang Harus Diperhatikan Terkait Mendidik Anak Untuk Salat
Di dalam Alqur'an Surat Thaha ayat 132, Allah berfirman “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki darimu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
Terkait dengan ayat ini, Imam Al-Qurthubi berkata, “Allah memerintahkan Nabi untuk menyeru keluarganya menegakkan salat dan menunaikannya bersama mereka, bersabar dan komitmen dengannya. Seruan ini ditujukan kepada Nabi, secara umum mencakup semua umatnya dan secara khusus untuk keluarganya.” (Al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur’ân: 11/263).
Pada ayat di atas meski yang menjadi objek perintah adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, tetapi juga berlaku atas seluruh umatnya. Karena para ulama sepakat bahwa apa-apa yang diperintahkan kepada Beliau, secara otomatis juga diperintahkan kepada umatnya, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan pengkhususan.
Selain oleh Rasulullah, perhatian untuk mendidik anak agar menegakkan salat ini juga diteladankan oleh figur-figur orang tua terbaik yang lain di dalam AlQur’an, seperti Nabi Ismail (Q.S. Maryam: 55) dan Luqman Al-Hakim (Q.S. Luqmân: 17).
Mengapa salat menjadi kurikulum terpenting dalam pendidikan anak kita? Karena salat adalah rukun dan tiang agama mereka semua. Barangsiapa yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama. Salat juga merupakan barometer baiknya amalan yang lain.
Rasulullah bersabda, “Yang pertama kali dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah salatnya. Jika salatnya baik, maka baiklah semua amalannya. Jika salatnya rusak, maka rusaklah semua amalannya.” (H.R. Nasa’i).
Salat juga lah yang akan menjadi pagar penjaga anak kita dari perbuatan keji dan munkar, yang hari ini begitu merajalela dimanamana, bahkan mulai dianggap biasa. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (Q.S. Al-’Ankabut: 45)
Terkait mendidik anak untuk menegakkan salat, ada 8 hal yang penting untuk diperhatikan oleh para orang tua atau pendidik:
Pertama, dalam ayat tersebut Al-Qur’an menggunakan kata “ishthabir”, dan tidak menggunakan kata “ishbir”. Tambahan huruf “thaa” di sini sebagai sebuah penekanan dan memberi makna kesabaran yang lebih. Bahkan sebagian ulama menyebutnya sebagai ujung kesabaran. Karena menegakkan salat itu tidak ringan. Allah Ta’ala berfirman, “Dan sungguh salat itu sesuatu yang berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (Q.S. AlBaqarah: 45).
Kedua, kesabaran yang paling ujung itu diperlukan bukan hanya dalam menunaikan salat, tetapi juga dalam mendidik dan mengingatkan anak-anak untuk selalu menegakkannya. Saat mereka lalai, tak boleh ada emosi dan kekerasan yang muncul, karena itu hanya akan menyisakan trauma bagi anak-anak hingga mereka tumbuh dewasa. Jangan sampai mereka jadi membenci salat gara-gara sikap kita yang salah (membiasakan dan mengajaknya salat, baik di rumah atau di masjid).
Ketiga, Rasulullah memang menyuruh kita memukul anakanak usia 10 tahun yang tidak mau menunaikan salat. Tetapi dalam memukul anak ada ketentuannya, yaitu: tidak boleh memukul yang melukai dan membekas, tidak boleh dengan benda tajam, tidak boleh memukul anak kecil yang belum aqil dan tidak boleh memukul di bagian tubuh yang mematikan. Bahkan Rasulullah juga pernah mengingatkan tidak boleh memukul lebih dari 10 pukulan (H.R. Bukhari).
Keempat, sebelum memasuki Marhalah Al-Hazm (fase ketegasan) pada usia anak 10 tahun, ada Marhalah Al-Amr (fase perintah) yang dimulai pada usia 7 tahun. Rasulullah bersabda, “Perintahkanlah anak-anakmu untuk melaksanakan salat pada usia 7 tahun dan pukullah mereka (jika meninggalkannya) pada usia 10 tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (H.R. Ahmad & Abu Dawud).
Kelima, sebelum memasuki dua fase krusial itu, para orang tua sudah harus melakukan At Ta’lîm wat Tafhim (mengajarkan dan memahamkan), yang mencakup setidaknya cara salat yang benar, adab-adabnya, serta urgensi dan keutamaanya. Semuanya ini sudah harus tuntas sebelum usia 7 tahun.
Keenam, akan lebih efektif jika sebelum itu didahului dengan proses at-tahbîb (membuat anak suka salat), baik dengan uslub ats-tsawab (memberi hadiah jika ia mau salat) atau dengan uslub al-mumarasah
Ketujuh, penerapan semua hal di atas, tidak akan bermanfaat banyak jika tidak ada contoh keteladanan dari orang tua (uslub al-qudwah). Maka para ayah harus bisa mencontohkan kedisiplinan salat berjamaah ke masjid dan para ibu mencontohkan salat tepat waktu meskipun di rumah. Segitiga saling menguatkan antara ayah, ibu dan anak harus terjalin.
Kedelapan, tantangan terbesar lain dalam mendidik anak menegakkan salat adalah kesibukan orang tua.
Demikian 8 hal yang penting untuk diperhatikan oleh para orang tua atau pendidik terkait mendidik anak untuk menegakkan salat
*sumber: Tulisan Dr Hakimudin Salim, Lc. MA di rubrik Quranic Parenting Majalah Hadila Edisi 158 Agustus 2020. Majalah ini Gratis sebagai fasilitas untuk donatur Solopeduli. Klik disini jika ingin mendownload
Posting Komentar untuk "8 Hal Penting yang Harus Diperhatikan Terkait Mendidik Anak Untuk Salat"